PASURUAN,mediasi86.com

Isu kehamilan seorang gadis remaja, sebut saja Bunga, tengah menjadi perbincangan hangat di Kecamatan Puspo. Informasi yang diduga mengandung unsur fitnah itu tidak hanya menggemparkan masyarakat, tetapi juga menimbulkan luka psikologis mendalam bagi keluarga yang bersangkutan, Senin (21/7).

 

Pihak keluarga Bunga menyatakan kekecewaannya atas beredarnya kabar tersebut. Mereka menduga informasi sensitif itu berasal dari seorang oknum bidan, meskipun bidan tersebut tidak pernah menangani putri mereka secara langsung.

 

“Bagaimana mungkin kabar anak saya bisa menyebar seperti ini, hingga menjadi bahan gunjingan warga? Saya menduga kuat oknum bidan itu yang menyebarkannya. Informasinya sangat spesifik dan mengarah ke anak saya. Kami sangat malu dan terpukul,” ujar orang tua Bunga kepada wartawan.

 

Penasihat hukum keluarga, Reza Alfatah, S.H., akrab disapa Fatah, turut menyuarakan keprihatinan dan mengecam dugaan pelanggaran etik oleh tenaga kesehatan. Menurutnya, profesi bidan menuntut tanggung jawab tinggi dalam menjaga kerahasiaan informasi pasien, apalagi menyangkut persoalan pribadi seperti kehamilan.

 

“Jika benar oknum bidan menyebarkan informasi tanpa dasar yang valid, ini adalah bentuk fitnah. Ini mencederai etika profesi. Kami juga mempertanyakan legalitas praktik oknum tersebut, apakah memiliki Surat Izin Praktik (SIP) atau tidak,” tegas Fatah.

 

Ia menambahkan bahwa tindakan menyampaikan informasi pribadi pasien, apalagi yang belum terverifikasi kebenarannya dapat berakibat fatal secara sosial maupun hukum.

 

Saat dikonfirmasi oleh wartawan, bidan yang bersangkutan memberikan penjelasan. Ia menyebut bahwa beberapa minggu lalu, seorang pasien perempuan datang mengeluh sakit perut, dan setelah diperiksa, ternyata pasien tersebut dalam kondisi hamil 5–6 bulan. Pemeriksaan dilakukan dengan didampingi seseorang yang mengaku sebagai kakak pasien.

 

“Saya lapor ke Bikor (Bidan Koordinator) melalui WhatsApp. Saya tulis ‘ada orang hamil Bu, anaknya tidak pernah pulang di Kediri’. Tapi saya kliru nulis nama, bukan R tapi NI, usia 16 tahun, dari Tegal Anyar,” terang sang bidan.

 

Ia mengakui adanya kesalahan penulisan identitas yang kemudian menimbulkan kesalahpahaman. Bidan Koordinator sempat mencari “R” di Tegal Anyar, yang belakangan diketahui sedang mondok, bukan di Kediri. Hal ini memicu keluarga R untuk mendatangi sang bidan.

 

“Saya bilang itu bukan orangnya. Tapi keluarga tetap tidak terima dan menuduh saya menyebarkan fitnah. Padahal saya hanya menulis berdasarkan data pasien yang saya periksa,” jelasnya.

 

Sang bidan juga menambahkan bahwa dirinya tidak memiliki hubungan pribadi dengan pihak yang dituduh, serta mengaku sudah melakukan klarifikasi kepada beberapa keluarga yang sempat disangkutkan dalam pencarian pasien.

 

“Kalau saya fitnah, tujuan saya apa? Saya tidak kenal Pak Kasun, dan tidak tahu anaknya kuliah di Kediri atau tidak. Saya hanya mengikuti prosedur pelaporan yang biasa kami lakukan,” tambahnya.

 

Kasus ini memantik perhatian masyarakat luas di Kecamatan Puspo. Warga menilai perlu adanya pengawasan lebih ketat terhadap praktik tenaga kesehatan, khususnya dalam hal etika dan perlindungan privasi pasien.

 

Lembaga profesi dan instansi terkait diharapkan segera turun tangan untuk menelusuri kebenaran informasi, serta memberikan pembinaan atau sanksi jika ditemukan pelanggaran etik maupun administratif.